A. Seni Rupa
Tradisional Indonesia
Perkembangan seni rupa tradisional Indonesia sudah dimulai sejak zaman prasejarah. Meskipun tidak ada orang yang tahu secara pasti kapan dimulainya zaman prasejarah. Periodesasi zaman prasejarah di Indonesia di bagi menjadi beberapa periode di antaranya : zaman batu dan zaman logam. Kedua zaman prasejarah ini, sama-sama memiliki karya seni rupa ( tradisional ) hal itu dapat di buktikan dengan adanya peninggalan-peninggalan yg berupa karya seni rupa yg bersipat tradisional seperti kapak genggam, gelang, kalung, tembikar bahkan ada lukisan.
Khusus mengenai lukisan tersebut,
pertama kali di temukan di gua leang-leang sulawesi dan lukisan tersebut berupa
penjiplakan telapak tangan pada dinding gua. Selain lukisan telaapak
tangan,juga terdapat gambar binatang berupa gambar babi yang sedang meloncat
dengan kondisi leher terluka.
1. Zaman Batu /Seni Rupa Zaman Batu
a. Seni Rupa Zaman Poleolitikum( Batu Tua )
Karya peninggalanya :
- Kapak gengam ( chopper )
- Batu berwarna ( Chalcedon )
- Lukisan tangan dan babi
b. Seni Rupa Zaman
Meseolitikum ( Batu tengah)
Karya peninggalannya :
- Mata panah
- Batu penggiling
- Kapak batu
c. Seni Rupa Zaman
Neolitikum ( Batu Muda/Dasar Kebudayaan Bangsa Indonesia)
Karya peninggalannya :
- Kapak persegi
- Kapak lonjong
- Gelang
- Kalung
- Cincin dari batu berwarna
- Tembikar ( pengaruh masuknya bangsa cina ke Indonesia
d. Seni Rupa Zaman
Megalitikum( Batu Besar )
Karya peninggalannya :
- Menhir
- Dolmen Kubur batu
- Keranda batu (sarcopagus)
- Punden berundak
- Arca batu
2. Seni Rupa Zaman Logam
Zaman logam di Indonesia dimulai sejak tahun 500 SM, yaiitu sejak kebudayaan indo-cina masuk ke Indonesia. Kebudayaan logam di Indonesia hanya mengalami zaman perunggu. Berikut adalah beberapa peninggalan seni rupa zaman perunggu :
- Gendering perunggu
- Kapak perunggu
- Bejana perunggu
- Ragam hias
Dari peninggalan benda-benda di
atas, maka jelas sejak zaman prasejarah orang Indonesia sudah mengenal seni
rupa meskipun masih sangat sederhana. Seni rupa tradsional Indonesia khususnya
zaman prasejarah, selain untuk keperluan bertahan hidup, benda-benda karya seni
mereka cenderung digunakan untuk kepentingan pemujaan (magis), seperti lukisan
telapak tangan di gua leang-leang.
Lukisan telapak tangan tersebut
diduga sebagai lambang rasa duka cita atas meninggalnya keluarga mereka.
Kemudian lukisan babi yang terluka diartikan sebagai lambang pengharapan agar
perburuan mereka berhasil.
3. Seni Rupa Zaman
Hindu-Budha.
Zaman Hindu-Budha merupakan babak baru periodesasi kebudayan di Indonesia. Zaman ini juga di katakana sebagai akhir dari zaman prasejarah dan menjadi awal zaman sejarah. Hal ini di buktikan dengan adanya penemuan tulisan. Masa inipun sering dikatakana sebagai masa klasik. Peninggalan karya seni rupa pada masa Hindu-Budha yaitu prasasti dan candi. Prasasti adalah batu yang berisi sebuah tulisan tentang sesuatu peristiwa atau upacara tertentu yang dilakukan oleh orang-orang di lingkungan kerajaan.
Pada zaman Hindu-Budha,banyak sekali
kerajaan yang berdiri, mulai dari kerajaan kecil sampai kerajaan besar. Hampir
semua kerajaan memiliki peninggalan yang berupa prasasti. Berikut adalah
beberapa prasasti peninggalan kerajaan-kerajaan pada masa Hindu-Budha.
- Prasasti ciaruteum yang bergambar telapak kaki (Kerajaan Tarumanegara)
- Prasasti kedukan bukit ( 683),menyebutkan kemenangan Raja Dapunta hyang (Kerajaan Sriwijaya)
- Prasasti canggal di Gunung Wakir (732), menyebutkan Banga Sanjaya membangun sebuah lingga di daerah Kunjara Kunya di jawa Dwipa (Kerajaan Mataram Kuno)
- Prasasti tukmas di lereng Gunung Merbabu,menyebutkan adanya mata air dari sumber yang dapat di samakan dengan sungai gangga (Kerajaan Kaling)
Selain prasasti yang di sebutkan di
atas, masih banyak lagi peninggalan kerajaan yang berkembang pada masa
Hindu-Budha. Candi merupakan peninggalan zaman Hindu-Budha yang paling megah
dan agung, karena orang zaman klasik membangunnya untuk tujuan yang agung
yaitu untuk kegiatan spiritual.
Candi berasal dari kata” Candika
Gerha” yang artinya rumah dewi candika. Dewi Candika disebut juga Dewi Durga
atau Dewi Maut. Orang membangun candi dengan harapan mendapat pertolongan
dari dewi durga dalam kematianya sehingga candi kebanyakan berfungsi
sebangai kuburan raja-raja. Pada perkembangan selanjutnya, Fungsi candi menjadi
bermacam-macam di antaranya sebangai berikut :
- Sebagai hiasan (Candi Sari)
- Sebagai kuburan Abu Jenazah (Candi Budha)
- Sebagai Pemujaan (Candi penataran)
- Sebagai tempat Semedi (Candi Jalatunda)
- Sebagai Pemandian (Candi Belahan)
- Sebagai Gapura (Candi Bajang Ratu)
Seperti halnya zaman Hindu-Budha,
zaman Islam juga memiliki peninggalan karya seni rupa yang cukup megah. Hasil
karya seni rupa zaman Islam berupa arsitektur dan seni hias
Seni Arsitektur meliputi
- Masjid
- Makam
- Istana
Seni hias meliputi
- Seni ukir
- Seni kaligrafi (arab)
- Seni wayang
- Seni batik
- Seni lukisSeni Rupa Moderen
Seni rupa moderen merupakan babak
baru dalam perkembangan seni rupa. Menurut konsepnya, karya seni rupa tidak
lagi menjadi simbol-simbol kehidupan yang kaku, namun ia lebih cenderung
menjadi pengungkap ekspresi dan nilai seorang seniman secara bebas.
Perkembangan seni rupa Indonesia modern terbagi dalam beberapa babak /
periodesasi.
a. Masa Raden Saleh (Perintisan)
a. Masa Raden Saleh (Perintisan)
Raden Saleh Syariep Bustaman adalah putra seorang bangsawan. Ketika umurnya 10 Tahun (1817) beliau di serahkan oleh pamannya kepada belanda untuk dididik menjadi pegawai. Pada tahun 1826, beliau mendapat pelajaran menggambar dari A.A.J. Payen, seorang pelukis dari Belgia. Payen meminta Jendral V. Der Capelen untuk memberi izin kepada Raden Saleh untuk meneruskan pelajaran di negeri Belanda. Cornelius Krusemen dan pelukis pemandangan yang bernama Andrean Schelf Vernet menjadi guru beliau.
Raden Saleh tinggal di kota Dresden
(Jerman) selama 5 tahun dan lukisanya banyak disukai oleh orang-orang di sana
dan beliaupun dikenal sebagai pelukis ‘potret’ yang handal. Setelah 10 tahun
berkelana di Eropa, Raden Saleh kembali ke Indonesia bersama istrinya
Ny.Winkelman pada tahun 1851. Raden Saleh Syarief Bustaman merupakan orang
Indonesia yang pertama merintis jalan menuju seni rupa indonesia moderen
meskipun corak lukisanya romantis, naturalis dan bergaya Barat.
Beberapa Karya Raden Saleh :
a. Antara hidup dan mati (pertarungan seekor banteng dengan seekor singa)
b. Berburu banteng di jawa
c. Merapi yang meletus
d. Banjir
e. Perkelahian dengan singa,dll
a. Antara hidup dan mati (pertarungan seekor banteng dengan seekor singa)
b. Berburu banteng di jawa
c. Merapi yang meletus
d. Banjir
e. Perkelahian dengan singa,dll
b. Masa Indonesia Jelita (Indie Mooi) 1878
Beberapa pengamat seni menilai bahwa masa Indie Mooi menghasilkan karya-karya lukisan yang bersifat turistik, dengan “Gaya Denting” yaitu melukis dengan merekam langsung obyek-obyek pemandangan di sekitarnya dengan pelukisan naruralistik. Dan romatik. Lukisan-lukisan era Indie Mooi hanya menyenangkan secara visual, serba indah namun miskin kreativitas dan tidak menghayati subyek yang di lukisnya, karena mereka terkena getah kesuraman seni lukis Belanda yang diakibatkan oleh peperangan Napoleon di Eropa yang tak kunjung padam.
Tokoh seniman dari masa Indie Mooi
adalah Abdullah Soro Subroto, putra dari Dr.Wahidin Sudiro Husodo.
Abdullah Soro Subroto dikenal dengan sebutan Abdullah S.R yang kemudian diikuti
oleh anak-anaknya untuk menjadi seniman di antaranya Sujono Abdullah, Basuki
Abdullah, Tijito Abdullah,sedangkan pelukis lainnya ada Pirngadi, Henk
Ngantung,Lee Man Fong, dll.
Beberapa lukisan masa Indie Mooi:
Beberapa lukisan masa Indie Mooi:
- Pemandangan di sekitar gunung merapi(Abdullah S.R)
- Pelabuhan ratu(pirngadi)
- Balik ke alam (Basuki Abdullah)
- Gadis Thailand
- Gadis solo
c. Masa Cita Nasional
Pada masa ini, kesenian indonesia sedang berusaha untuk mencari ciri khas kesenian Nasional. S. Sudjojono adalah figur yang meledak-ledak dibakar rasa Nasionalisme dan tidak puas dengan kehidupan seni rupa.
Pada masa Indie Mooi semua lukisan
serba indah, karena hal ini, dianggap mengingkari kenyataan yang ada di
Indonesia. S.Sudjono bersama rekan-rekanya mendirikan sebuah organisasi
yang bernama PERSAGI (Persatuan Ahli-ahli Gambar Indonesia) dan diketuai oleh
Agus Jayasuminta.
Persagi bertujuan untuk
mengembangkan seni lukis di kalangan bangsa Indonesia dengan mencari gaya
indonesia asli. Kelompok pelukis Persagi lebih mementingkan penumpahan jiwa dan
isi hati pada karya bukan teknik dan bahan seperti yang diutamakan oleh para
pelukis masa Indie Mooi.
Berikut adalah beberapa karya lukisan Masa Cita Nasional :
Berikut adalah beberapa karya lukisan Masa Cita Nasional :
a. Karya Sudjono
- Di depan kelambu terbuka
- Sayang saya bukan anjing
- Bunga kamboja
b. Karya
Agus Jayasuminta
- Barata yudha
- Arjuna wiwaha
- Dalam taman nirwana, dll.
c. Karya Otto Jaya
- Wanita impian
- Penggodaan, dll
d. Masa Pendudukan
Jepang
Pada masa ini di dirikan sebuah kelompok lukis oleh jepang yang bernama Keimin Bunka Shidoso dengan sebagai propaganda pembentuk ke kaisaran Asia Timur Raya. Pada masa ini juga berdiri sebuah organisasi yang di bentuk oleh 4 serangkai yaitu Ir. Soekarno, Moh. Hatta, Kihajar dewantara, KH. Mas-mansur.Perkumpulan ini bernama PUTRA (Pusat Tenaga Rakyat) dan di tangani oleh S.Sudjojono dan Affandi tetapi organisasi ini di bubarkan oleh jepang pada tahun 1944 dan S.Sudjojono mengajar di keimin Bunka Shidoso.
e. Masa Sesudah
Kemerdekaan
Pada masa ini banyak sekali organisasi yang bergerak di bidang seni rupa (lukis) bermunculan di antaranya SIM (Seniman Indonesia Muda), Pelukis rakyat, Taman Siswa dll. Semua organisasi ini mencetuskan sebuah organisasi baru yang bernama ASRI (Akademi Seni Rupa Indonesia).
f. Masa Pendidikan Formal
Masa Pendidikan Formal, Indonesia banyak meresmikan pusat pendidikan seni rupa untuk mencetak para seniman di antaranya ASRI, Balai Perguruan Tinggi ,Guru Gambar, ITB, dll.
g. Masa Seni Rupa
Baru Di Indonesia
Masa Seni Rupa Baru di Indonesia di mulai pada tahun 1974 dengan munculnya kelompok baru dari kalangan seniman muda.
Perkembangan
seni patung Indonesia memang tak sepesat seni lukis. Namun akankah
seni ini selalu tertinggal ? Nampaknya sekaranglah saatnya untuk 'unjuk gigi'. Semenjak kemunculan seni rupa modern Indonesia pada awal abad 20, seni patung terkesan tidak penting, kurang diperhatikan, dan tidak sepopuler seni lukis. Perannya pun tidak banyak dibicarakan dalam perkembangan seni rupa modern Indonesia, walaupun tak pernah benar-benar surut. Ketika seni kontemporer semakin nyata perkembangannya dalam wacana seni rupa Indonesiapun, posisi seni patung seperti jalan di tempat, tidak giat dan terabaikan. Padahal jika dilihat lebih jeli, seni patung memiliki peran dalam perkembangan seni rupa kontemporer Indonesia. Buktinya pada tahun 1977 pernah diadakan suatu exibition yang diberi judul Pameran Seni Patung Kontemporer Indonesia. Di sinilah untuk pertama kalinya label kontemporer digunakan sengaja dipakai untuk menghindari penggunaan label ‘patung modern’.
seni ini selalu tertinggal ? Nampaknya sekaranglah saatnya untuk 'unjuk gigi'. Semenjak kemunculan seni rupa modern Indonesia pada awal abad 20, seni patung terkesan tidak penting, kurang diperhatikan, dan tidak sepopuler seni lukis. Perannya pun tidak banyak dibicarakan dalam perkembangan seni rupa modern Indonesia, walaupun tak pernah benar-benar surut. Ketika seni kontemporer semakin nyata perkembangannya dalam wacana seni rupa Indonesiapun, posisi seni patung seperti jalan di tempat, tidak giat dan terabaikan. Padahal jika dilihat lebih jeli, seni patung memiliki peran dalam perkembangan seni rupa kontemporer Indonesia. Buktinya pada tahun 1977 pernah diadakan suatu exibition yang diberi judul Pameran Seni Patung Kontemporer Indonesia. Di sinilah untuk pertama kalinya label kontemporer digunakan sengaja dipakai untuk menghindari penggunaan label ‘patung modern’.
Ketimbang menggunakan istilah patung
modern atau patung kontemporer itu sendiri sesungguhnya lebih berpangkal pada
keraguan menyatukan patung formalis berorientasi pada pengolahan asapek bentuk
yang dikenal sebagai patung modern, dengan patung yang memasukkan unsur
tradisi. Pada waktu itu disangsikan, apakah patung-patung yang dipamerkan bisa
dikatagorikan sebagai patung modern. Keraguan ini menimbulkan perdebatan yang
diakhiri dengan kesepakatan digunakannya label patung kontemporer. Dan bukanlah
satu kebetulan, jika pematung G Sidharta soegijo yang memparakarsai berdirinya
Asosiasi Pematung Indonesia (API) pada 7 juli 2000, adalah seniman yang
mempelopori Pameran Seni Patung Indonesia tahun 1977.
Didirikannya asosiasi tersebut
merupakan tanggapan para pematung terhadap kurang dinamisnya kehidupan seni
patung di Indonesia sekarang ini. “Bila kita menengok beberapa tahun ke
belakang, seni patung seolah olah hanya diwakili oleh segelintir pematung saja,
yang aktif berkarya dan berpameran. Sepertinya di negeri kita tidak ada
pematung lain kecuali pematung terkenal tersebut. Karena itulah sesuatu harus
dilakukan oleh para pematung. Saya berharap banyak pihak mau peduli dan campur
tangan untuk mencari solusi bermanfaat bagi kemajuan seni patung,” ungkap
Sidharta yang menjabt sebagai Ketua Asosiasi Seni Patung Indonesia. Keputusan
untuk mendirikan asosiasi ini dilandasi oleh kebutuhan kerjasama antara
pematung, dan menciptakan suatu iklim yang baik bagi pertumbuhan seni patung di
tanah air. API pun menyadari, suasan tersebut tidak dapat diciptakan hanya oleh
beberapa orang saja.
Harus diupayakan bersama-sama oleh
sejumlah besar pematung dan didukung oleh ligkungan masyarakat yang
mengapresiasi seni patung. Karena tentunya, kegiatan berkesenian tidaklah dapat
dipisahkan dari penerimaan masyarakat. Berdirinya API diharapkan akan
menumbuhkan kerjasama antara asosiasi dengan pihak lain untuk meningkatkan
apresiasi di kalangan masyarakat. Selain dengan pihak pemerintah dan swasta
yang menaruh perhatian pada dunia patung, juga dengan para jurnalis, kolektor,
pemilik galeri, kurator, dan masyarakat umum, Selain itu, jalinan kerjasama
dengan asosiasi sejenis yang berada di mancanegara pun perlu dibina, sehingga
ruang lingkupnya menjadi semakin luas. Wawasan serta informasi tentunya akan
bertambah luas pula. Terlaksananya Pameran Patung 2001 API ynag berskala
nasional kali ini pameran kedua sejak API berdiri diharapkan akan membuat dunia
seni patung Indonesia semakin eksis. Dalam pameran yang berlangsung di Galeri
Nasional, Jakarta, tanggal 20 November sampai 4 Desember 2001 ini akan
berkumpul sekitar 77 pematung senior dan yunior Indonesia dari berbagai daerah.
Rasanya tak berlebihan kalau kita berharap, diadakannya pameran ini akan
membuka jalan mulus bagi seni patung Indonesia.
Perkembangan Seni Rupa Indonesia dari Zaman Susah sampai Zaman Serba Ada
Seni rupa modern merupakan bentuk dan akibat pengaruh dari kaidah seni rupa
Barat (Eropa). Berikut perkembangan seni rupa Indonesia modern yang dimulai
dari masa perintis hingga masa seni rupa baru Indonesia:
a. Masa Perintis
(1807-1880)
Dimulai dari Prestasi Raden Saleh
Syarif Bustaman(1807-1880), seorang seniman kelas dunia dari Indonesia. Beliau
belajar melukis di Belanda. Sekembalinya ke Indonesia beliau banyak
menyumbangkan karya-karya lukisannya yang berharga.
b. Masa seni lukis
Indonesia Jelita/ Indonesia Molek/ Moi Indie (1920-1938)
Gaya
lukisan pada masa iini banyak menyajikan kemolekan alam Indonesia. Ditandai
dengan hadirnya sekelompok pelukis barat, diantaranya Rudolf Bonnet, Walter
Spies, Arie Smite, dan R. Locatelli. Pelukis Indonesia yang mengikuti kaidah
ini ialah Abdullah Soeryo
Soerjosubroto, Pirngadi, Basoeki Abdullah, dan Wakidi.
Soerjosubroto, Pirngadi, Basoeki Abdullah, dan Wakidi.
c. Masa Persagi
(1938-1942)
PERSAGI
(Persatuan Ahli Gambar Indonesia) didirikan tahun 1938 di Jakarta dan diketuai
oleh Agus Jaya Suminta dengan sekretaris S. Sudjojono. PERSAGI bertujuan agar
seniman Indonesia dapat menciptakan karya seni yang berkeprobadian Indonesia.
Ciri lukisan pada masa ini tidak lagi menggambarkan alam yang serba cantik
sebagaimana lukisan Moi Indie.
d. Masa Pendudukan Jepang
(1942-1945)
Pada masa
pendudukan Jepang, seni lukis dimanfaatkan sebagai propaganda politik.
Kebebasan berkarya seniman dibatasi. Para seniman Indonesia, seperti Agus Jaya,
Otto Jaya, Zaini, dan Kusnadi disediakan wadah pada balai kebudayaan Keimin
Bunka Shidoso. Pada tahun 1945, berdiri lembaga kesenian yang bernaung di bawah
POETRA (Poesat Tenaga Rakjat).
e. Masa Kemerdekaan
(1945-1950)
Pada masa
ini seniman banyak terorganisir dalam kelompok-kelompok, di antaranya Sanggar
Seni Rupa Masyarakat di Yogyakarta oleh Affandi, Seniman Indonesia Muda di
Madiun oleh S. Sujiono, Pusat Tenaga Pelukis Inonesia uleh Djajengasmoro, dan
Himpunan Buddaya Surakarta.
f. Masa pendidikan seni
rupa melalui pendidikan formal (1950)
Pada tahun
1950, di Yogyakarta berdiri Akademi Snei Rupa Indonesia (sekarang ISI) yang
dipelopori oleh R.J. Katamsi. Di Bandung berdiri Perguruan Tinggi Guru Gambar
yang dipelopori oleh Prof. Syafe Sumarja. Selanjutnya berdiri Lembaga
Pendidikan Kesenian Jakarta (LPKJ) dan disusul berdirinya jurusan seni rupa di
setiap IKIP Negeri.
g. Masa seni rupa baru
Indonesia (Post Modern)
Pada tahun
1974, muncul para seniman muda, seperti Jim Supangkat, Harsono, Dede Eri
Supria, Nyoman Nuarta, dan lain-lain. Pada masa ini, seni rupa berkembang pesat
dengan gaya yang lebih bebas serta sesuai perkembangan era modern.
Perkembangan seni lukis di Indonesia
Seni lukis modern Indonesia
dimulai dengan masuknya penjajahan Belanda
di Indonesia. Kecenderungan seni rupa Eropa
Barat pada zaman itu ke aliran romantisme
membuat banyak pelukis Indonesia ikut mengembangkan aliran ini.
Raden
Saleh Syarif Bustaman adalah salah seorang asisten yang cukup
beruntung bisa mempelajari melukis gaya Eropa yang dipraktekkan pelukis
Belanda. Raden Saleh kemudian melanjutkan belajar melukis ke Belanda, sehingga
berhasil menjadi seorang pelukis Indonesia yang disegani dan menjadi pelukis
istana di beberapa negera Eropa. Namun seni lukis Indonesia tidak melalui
perkembangan yang sama seperti zaman renaisans Eropa, sehingga perkembangannya
pun tidak melalui tahapan yang sama. Era revolusi di Indonesia membuat banyak
pelukis Indonesia beralih dari tema-tema romantisme menjadi cenderung ke arah
"kerakyatan". Objek yang berhubungan dengan keindahan alam Indonesia
dianggap sebagai tema yang mengkhianati bangsa, sebab dianggap menjilat kepada
kaum kapitalis yang menjadi musuh ideologi komunisme yang populer pada masa
itu. Selain itu, alat lukis seperti cat dan kanvas yang semakin sulit didapat
membuat lukisan Indonesia cenderung ke bentuk-bentuk yang lebih sederhana,
sehingga melahirkan abstraksi.
Gerakan Manifesto Kebudayaan yang bertujuan untuk
melawan pemaksaan ideologi komunisme membuat pelukis pada masa 1950an lebih
memilih membebaskan karya seni mereka dari kepentingan politik tertentu,
sehingga era ekspresionisme dimulai. Lukisan tidak lagi dianggap sebagai
penyampai pesan dan alat propaganda. Perjalanan seni lukis Indonesia sejak
perintisan R. Saleh sampai awal abad XXI ini, terasa masih terombang-ambing
oleh berbagai benturan konsepsi.
Kemapanan seni lukis Indonesia yang belum mencapai
tataran keberhasilan sudah diporak-porandakan oleh gagasan modernisme yang
membuahkan seni alternatif atau seni
kontemporer, dengan munculnya seni konsep (conceptual art):
“Installation Art”, dan “Performance Art”, yang pernah menjamur di pelosok
kampus perguruan tinggi seni sekitar 1993-1996. Kemudian muncul berbagai
alternatif semacam “kolaborasi” sebagai mode 1996/1997. Bersama itu pula seni
lukis konvensional dengan berbagai gaya menghiasi galeri-galeri, yang bukan
lagi sebagai bentuk apresiasi terhadap masyarakat, tetapi merupakan bisnis
alternatif investasi.
Aliran seni lukis
Surrealisme
Lukisan aliran surrealisme ini kebanyakan
menyerupai bentuk-bentuk yang sering ditemui di dalam mimpi dan sebenarnya
bentuk dari gudang fikiran bawah sadar
manusia. Pelukis berusaha untuk membebaskan fikirannya dari bentuk fikiran
logis kemudian menuangkan setiap bagian dari objek untuk menghasilkan sensasi
tertentu, yang bisa dirasakan manusia tanpa harus mengerti bentuk aslinya.
Salah satu tokoh yang populer dalam aliran ini adalah Salvador
Dali
Kubisme
Adalah aliran yang cenderung melakukan usaha
abstraksi terhadap objek ke dalam bentuk-bentuk geometri untuk mendapatkan
sensasi tertentu. Salah satu tokoh terkenal dari aliran ini adalah Pablo
Picasso.
Romantisme
Merupakan aliran tertua di dalam sejarah seni lukis
modern Indonesia. Lukisan dengan aliran ini berusaha membangkitkan kenangan
romantis dan keindahan di setiap objeknya. Pemandangan alam adalah objek yang
sering diambil sebagai latar belakang lukisan.
Romantisme dirintis oleh pelukis-pelukis pada zaman
penjajahan Belanda dan ditularkan kepada pelukis pribumi untuk tujuan koleksi
dan galeri di zaman kolonial. Salah satu tokoh terkenal dari aliran ini adalah Raden
Saleh.
Plural painting
Adalah sebuah proses beraktivitas seni melalui
semacam meditasi atau pengembaraan intuisi untuk menangkap dan menterjemahkan
gerak hidup dari naluri kehidupan ke dalam bahasa visual. Bahasa visual yang
digunakan berpijak pada konsep PLURAL PAINTING. Artinya, untuk menampilkan
idiom-idiom agar relatif bisa mencapai ketepatan dengan apa yang telah
tertangkap oleh intuisi mempergunakan idiom-idiom yang bersifat: multi-etnis,
multi-teknik, atau multi-style..
Terima kasih untuk informasinya,sangat membantu. Saya berharap semoga seni semakin digemari oleh masyarakat. Sebenarnya,ada banyak orang yang bisa melukis/membuat patung dan seni lainnya. Akan tetapi,beberapa orang diantara mereka banyak yang tidak bisa mengembangkan bakatnya. Hal itu karena pengaruh kekurangan ekonomi ataupun konflik lainnya. Sekali lagi,terima kasih untuk informasinya ^^
BalasHapusMakasi atas materinya.
BalasHapusMantap.sangat membantu
BalasHapus